Pendahuluan
Darimana rasa agama pada
remaja muncul? Ide-ide agama, dasar-dasar keyakinan dan pokok-pokok
ajaran agama pada dasarnya telah diterima oleh seorang anak pada masa
anak-anak. Apa yang telah diterima dan tumbuh dari kecil itulah yang
menjadi keyakinan individu pada masa remaja melalui
pengalaman-pengalaman yang dirasakannya (Zakiyyah Darajat, 2003: 85-85).
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan
dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam
menentukan konsepnya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa
dia.
Agama, seperti yang kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang
keyakinan-keyakinan, sikap-sikap dan praktek-praktek yang kita anut,
pada umumnya berpusat sekitar pemujaan. Dari sudut pandangan individu
yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir
baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap
kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka
melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya. Dari sudut
pandangan sosial, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki
hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia
pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.
Bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Perkembangan pemahaman remaja terhadap
keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan
agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka
mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin
mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri.
Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan
agama selama masa remaja ini.
Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman
(1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan
latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget, ditemukan bahwa
perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu formal
operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman
agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan
perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser &
Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja
usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat ulasannya tentang
kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-konsep abstrak ketika
membuat pertimbangan tentang agama.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan
lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith
adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang
merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan.
Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka,
individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka.
Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah
kegiatan seksual.
Tahapan Perkembangan Rasa Beragama Remaja
Zakiah Daradjat,
Starbuch, William James, sependapat bahwa pada garis besarnya
perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan
yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda.
Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1. Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut: Pertama;
Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam
pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara
hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras
dengan perbuatannya. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi
agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai
sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan
bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri. Kedua; Pandangan
dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau
mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang
tidak cocok atau bertentangan satu sama lain. Ketiga;
Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan)
sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang
selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2. Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikyut ini: Pertama;
Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya
kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya
menjelanh dewasa. Kedua; Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya. Ketiga;
Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses
identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai
doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang
tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis
keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan
yang hidup didunia ini.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Rasa Beragama Remaja
Menurut W. Stabuck, pertumbuhan dan perkembangan agama dan tindak lanjut keagamaan remaja sangat berkaitan dengan:
1. Pertumbuhan dan Pikiran Mental
Pertumbuhan pengertian tentang ide-ide
agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan (Zakiyah Darajat, 2003: 86).
Menurut Peaget ”Perkembangan kognitif usia remaja bergerak dari cara
berpikir yang konkrit menuju cara berpikir yang proporsional”.
Berdasarkan pendapat ini, Ronald Goldman menerapkannya dalam bidang
agama dengan membuat sebuha kecimpulan: “Pertumbuhan kognitif memberi
kemungkinan terjadi perpindahan/transisi dari agama yang lahiriyah
menuju agma yang batiniah”.
Jadi, perkembangan kognitif memberi
kemungkinan remaja untuk meninggalkan agama anak-anak yang diperoleh
dari lingkungan dan mulai memikirkan konsep serta bergerak menuju agama
“iman” yang sifatnya sungguh-sungguh personal (Sururin. 2004:67).
Agama berkaitan dengan hal-hal yang
abstrak seperti tentang hari akhirat, syurga, neraka, dll. Pengertian
tentang hal-hal yang abstrak itu baru dapat diterima apabila pertumbuhan
kecerdasan individu telah memungkinkan untuk itu.
Kapan itu terjadi? Menurut Alfred Binet
“Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah yang abstrak tidak sempurna
perkembangannya sebelum mencapai usia 12 tahun. Kemungkinan untuk
mengambil kesimpulan yang abstrak dari fakta-fakta yang ada baru tampak
pada usia 14 tahun”.
Pada masa remaja perkembangan mental dan
pemikirannya berkembang kearah berpikir logis. Apa dampaknya terhadap
pandangan dan kepercayaannya pada Tuhan? Dampaknya: “Remaja tidak dapat
melupakan Tuhan dari segala peristiwa yang terjadi dialam ini, sehingga
segala apapun yang terjadi dialam, baik peristiwa alamiah maupun
peristiwa sosial dilimpahkan tanggungjawabnya kepada Tuhan”. Misalnya:
a. Ketika remaja melihat adanya
kekacauan, kerusuhan, ketidakadilan dalam masyarakat, maka mereka akan
merasa kecewa terhadap Tuhan, padahal Tuhan Maha Kuasa.
b. Sebaliknya, ketika remaja melihat
keindahan alam, keharmonisan dalam segala sesuatu, maka mereka akan
menjadi yakin kepada Tuhan, bahwa Tuhan Maha Bijaksana.
Apa dampak dari perkembangan mental/kecerdasarn pada masa remaja terhadap agama?
a. Ide dan dasar keyakinan yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik lagi.
b. Remaja sudah mulai kritis terhadap
ajaran agama, dengan cara dapat menolak saran-saran yang tidak dapat
dimengertinya atau mengkritik pendapat-pendapat yang berlawanan dengan
kesimpulan yang diambilnya.
c. Remaja menjadi bimbang beragama (efek kecerdasan).
d. Remaja menerima ide-ide atau pengertian-pengartian yang abstrak dari tanpa pengertian menjadi menerima dengan penganalisaan.
Apakah dengan perkembangan mental/kecerdasan itu akan mengantarkan remaja kepada bimbang beragama? Belum tentu. Jika:
a. Bimbang beragama: jika anak/remaja mendapat pendidikan agama dengan cara yang memungkinkan mereka untuk berpikir bebas dan boleh mengkritik hal yang berkaitan dengan agama.
b. Tidak bimbang beragama: jika anak/remaja mendapat pendidikan agama dengan cara yang tidak memungkinkan mereka untuk berpikir bebas dan boleh mengkritik hal yang berkaitan dengan agama
2. Perasaaan Beragama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya
bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan emosi yang begitu cepat
dalam diri remaja. Ketidakstabilan perasaan remaja kepada Tuhan/Agama.
Misalnya: Kebutuhan remaja akan Allah
kadang-kadang tidak terasa ketika remaja dalam keadaan tenang, aman, dan
tentram. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila remaja dalam
keadaan gelisah, ketika ada ancaman, takut akan kegelapan, ketika merasa
berdosa.
Jadi: gelombang kuatnya rasa agama bagi
remaja adalah merupakan usaha-usaha remaja untuk menenangkan kegoncangan
jiwa yang sewaktu-waktu muncul. Remaja akan melakukan kegiatan beragama
pada saat ingin mengurangkan kesedihan, ketakutan, dan rasa penyesalan.
Kesimpulan:
Perasaan remaja pada agama adalah ambivalensi. Kadang-kadang sangat
cinta dan percaya pada Tuhan, tetapi sering pula berubah menjadi acuh
tak acuh dan menentang (Zakiyah Darajat, 2003:96-96 dan Sururin,
2002:70).
3. Pertimbangan Sosial
Dalam kehidupan keagamaan, remaja
cenderung dihadapkan pada konflik antara pertimbangan moral dan materil.
Terhadap konflik ini remaja cenderung bingung untuk menentukan pilihan.
Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi cenderung pada pertimbangan
lingkungan sosialnya.
a. Jika remaja hidup dan dipengaruhi
oleh lingkungan yang lebih me-mentingkan kehidupan duniawi/materialitas,
maka remaja akan menjadi cenderung jiwanya untuk menjadi materialistis
dan jauh dari agama.
b. Sebaliknya, jika remaja hidup dan
dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih mementingkan kehidupan yang
religious/moralis, maka remaja akan cenderung jiwanya untuk menjadi
religious/moralis (Jalaluddin, 2002:75).
4. Perkembangan Moral
Pertumbuhan dan perkembangan moral
terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang ditanamkan
sejak kecil oleh orang tua. Perkembangannya baru dapat dikatakan
mencapai kematangan pada usia remaja (Zakiyah Darajat, 2003: 97).
Pada masa remaja perkembangan moral
bertitik tolak dari rasa bersalah dan usaha untuk mencari proteksi. Pada
masa remaja Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral. Pada masa
remaja, dorongan seksual bangkit dalam bentuk yang lebih jelas. Kondisi
ini merupakan bahaya yang mengancam nila-nilai/norma yang dipatuhi
remaja selama ini. Dari sini timbul pada diri remaja perasaan tidak
berdaya dalam menghadapi dorongan yang belum diketahui dalam hidupnya
dulu. Untuk mengatasi dorongan-dorongan naluri itu disatu sisi dan
disisi lain adanya keinginan untuk mengurangkan hubungannya dengan
orangtuanya dalam menghadapi kenyataan hidup menyebabkan remaja berusaha
mencari pertolongan Allah (Zakiyah Darajat, 2003:100).
Bagaimana tipe moral remaja berkaitan dengan jaran agama?
a. Self-Directive: taat pada agama berdasarkan pertimbangn pribadi.
b. Submissive: Remaja merasakan adanya
keraguan terhadap ajaran agama/ moral. Menurut analisis yang dilakukan
W.Starbuck, keraguan itu disebabkan oleh factor:
1) Kepribadian
Tipe kepribadian dan jenis kelamin, bisa menyebabkan remaja melakukan salah tafsir terhadap ajaran agama.
a) Bagi individu yang memiliki
kepribadian yang introvert, ketika mereka mendapatkan kegagalan dalam
mendapatkan pertolongan Tuhan, maka akan menyebabkan mereka salah tafsir
terhadap sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya Tuhan. Misalnya:
Ketika berdoa’a tidak terkabul, maka mereka akan menjadi ragu akan
kebenaran sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Pnyayang Tuhan tersebut.
Kondisi ini akan sangat membekas pada remaja yang introvert walau
sebelumnya dia taat beragama.
b) Untuk jenis kelamin. Wanita yang cepat
matang akan lebih menunjukkan keraguan pada ajaran agama dibandingkan
pada laki-laki cepat matang.
2) Kesalahan Organisasi Keagamaan dan Pemuka Agama
Kesalahan ini dipicu oleh “dalam kenyataannya, terdapat banyak organisasi dan aliran-aliran keagamaan”. Dalam pandangan remaja hal itu mengesankan adanya pertentangan dalam ajaran agama. Selain itu remaja juga melihat kenyataan “Tidak tanduk keagamaan para pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama”. Kedua kondisi ini menyebabkan remaja menjadi ragu pada ajaran agamanya.
3) Pernyataan Kebutuhan Agama
Pada dasarnya manusia memiliki sifat
konservatif (senang dengan yang sudah ada), namun disisi lain, manusia
juga memiliki dorongan curiosity (dorongan ingin tahu). Kedua sifat
bawaan ini merupakan kenyataan dari kebutuhan manusia yag normal. Apa
yang menyebabkan pernyataan kebutuhan manusia itu berkaitan dengan
munculnya keraguan pada ajaran agama? Dengan dorongan Curiosity, maka
remaja akan terdorong untuk mempelajari/mengkaji ajaran agamanya. Jika
dalam pengkajian itu terdapat perbedaan-perbedaan atau terdapat
ketidaksejalanan dengan apa yang telah dimilikinya (konservatif) maka
akan menimbulkan keraguan.
4) Kebiasaan
Remaja yang sudah terbiasa dengan suatu
tradisi keagamaan yang dianutnya akan ragu untuk menerima kebenaran
ajaran lain yang baru diterimanya/dilihatnya.
5) Pendidikan
Kondisi ini terjadi pada remaja yang
terpelajar. Remaja yang terpelajar akan lebih kritis terhadap ajaran
agamanya. Terutama yang banyak mengandung ajaran yang bersifat dogmatis.
Apalagi jika mereka memiliki kemampuan untuk menafsirkan ajaran agama
yang dianutnya secara lebih rasional.
6) Percampuran Antara Agama dengan Mistik
Dalam kenyataan yang ada ditengah-tengah
masyarakat, kadang-kadang tanpa disadari ada tindak keagamaan yang
mereka lakukan ditopangi oleh mistik dan praktek kebatinan. Penyatuan
unsur ini menyebabkan remaja menjadi ragu untuk menentukan antara unsur
agama dengan mistik. Penyebab keraguan remaja dalam bidang agama yang
dikemukakan oleh Starbuck diatas, adalah penyebab keraguan yang bersifat
umum bukan yang bersifat individual. Keraguan remaja pada agama bisa
juga terjadi secara individual. Keraguan yang bersifat individual ini
disebabkan oleh:
(1) Kepercayaan. Yaitu: Keraguan yang
menyangkut masalah ke-Tuhan-an dan implikasinya. Keraguan seperti
berpeluang pada remaja agama Kristen, yaitu: tentang ke-Tuhanan yang
Trinitas.
(2) Tempat Suci. Yaitu: keraguan yang menyangkut masalah pemuliaan dan pengaguman tempat-tempat suci.
(3) Alat Perlengkapan Agama. Misalnya: Fungsi Rukuh pada remaja putri
(4) Fungsi dan Tugas dalam Lembaga Keagamaan. Misalnya: Fungsi pendeta sebagai penghapus dosa
(5) Pemuka agama
(6) Perbedaan aliran dalam keagamaan
Apa dampak keraguan tersebut?
Keraguan yang dialami remaja dalam bidang
agama dapat memicu konflik dalam diri remaja. Tingkat keyakinan dan
ketaatan remaja pada agama sangat dipengaruhi oleh kemampuan mereka
dalam menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam
dirinya. Dalam upaya mengatasi konflik batin, para remaja cenderung
untuk bergabung dalam peer groups-nya dalam rangka berbagi rasa
dan pengalaman. Kondisi inipun akan mempengaruhi keyakinan dan ketaatan
remaja pada agama (Jalaluddin, 2002:78-81)
c. Un adjusted: Remaja belum meyakini akan kebnaran ajaran agama/moral.
d. Deviant: remaja menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanam moral masyarakat (Jalaluddin, 2002:76).
Fungsi Agama bagi Remaja
Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams
& Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga
membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di
dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja
yang tengah mencari eksistensi dirinya. Dibandingkan dengan masa awal
anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan
yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru
memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person
yang berada diawan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha
mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi.
*) Tulisan ini disadur dari beberapa sumber
0 komentar:
Posting Komentar